Kamis, 27 November 2008

IZINKAN AKU MENCINTAI

*Mahadaya senja


“Bagaimana Shi, sudah dapat pilihan yang tepat untuk masa depanmu?” tanya ayah.
“Belum yah, Shi bingung. Tidak ada yang dapat membuat hati Shi – Shi tertarik.” Jawab Shi
“Loh, kamu ini bagaimana? Sebentar lagi sudah tahun ajaran baru. Masak sampai sekarang masih belum ada yang di pilih. Yah sudah, ayah ada tawaran. Besok kita mencoba untuk mandaftar sekolah.” Jawab ayah
Keesokan harinya, ayah tepati janji. Dengan memakai baju kemaja dan celana botol beserta aksesoris tomboinya,Shi diajak untuk mendaftar di MAN 2. Dengan bangganya ayah mengajak Shi berkeliling sekolah itu, mengenalkannya sekaligus mengenang masa lalu ketika memjadi siswa di sekolah itu.
“Bagaimana Shi, baguskan sekolahnya, ini sekolah ayah dulu loh?”
“He….he…. bagus yah, suasananya sejuk. Nampaknya Shi – Shi bakalan betah deh di ini.” Senyum Shi nampak amat di paksakan. Sebenarnya hati ingin teriakan penolakan “Aku tidak mau sekolah di sini! Sekolah ini terlalu banyak peraturan!!!”. Tapi terima saja.Ia tak ingin memupuskan harapan sang ayah yang menginginkan anaknya yang badung ini jadi anak yang solehah.(ha….ha…ha…)
Setelah mendaftar, keesokan harinya, Shi di panggil untuk mengikuti tes,tapi harus menggunakan pakai seragam sekolah, bukannya seperti tempo hari. Adapun tesnya adalah mengaji, “OMJ, ngajiku kan tidak lancar. Bagaimana ini?” kesah Shi. Ya… wajar saja bila ia panas dingin mendengar ada tes mengaji. Secara, selama sekolah di Sekolah Dasar dan SMP ia jarang sekali yang namanya mengaji. Di SMP saja, kegiatan kerohanian hanya 1 jam di hari Sabtu. Tapi ia tak dapat mundur. Pantatnya sudah melekat di kursi, tinggal menyebutkan huruf – huruf arab yang terangkai indah itu.
“Hah…….selesai juga.” Ucapnya.
Akhirnya merekapun pulang, dan kini tinggal menunggu hasilnya. Selama 2 hari tiga malam ayah Shi tak dapat tidur nyenyak. Pasalnya ia amat khawatir jikalau anaknya itu tidak dapat lolos. Lain halnya dengan Shi, dia malah tidak ambil pusing dengan apa yang terjadi.”Nyantai aja ma, Allah tahu kok yang terbaik buat Shi. Kalau tidak lolos di sekolah itu, yah tinggal cari sekolah lain aja.” Jawabnya.
Hari yang ditunggupun tiba, sepasang mata sibuk memperhatikan papan pengumuman yang berisi dua ratus nama. Ia berharap ada satu nama yang ia kenal. Dan “Alhamdulillah, Shi kamu masuk, akhirnya anak ayah sekolah di sekolah agama” teriak ayah. Shi hanya menyunggingkan senyum terpaksanya lagi mendengar kabar yang menggembirakan bagi ayahnya itu.


***********

Sejak pagi Shi sibuk mondar – mandir di depan kaca. Sebentar – sebentar keningnya mengernyit, menghela napas panjang dan berteriak tak karuan. Belum lagi sang ayah yang cemas pada anaknya yang belum juga berada di meja makan padahal jam sudah menunjukkan pukul 6.30 Pagi. Sang ibu mengambil inisiatif untuk mmeriksa apa yang terjadi pada Shi.

“Ya Allah Shi, kamu itu mau ngapain. Mau sekolah atau mau perang. ha… ha..ha….. ada – ada saja kamu ini, kerudung kok di pakai kayak rembo begitu.” Tawa ibunya geli
“Ih mama…. Anaknya udah kayak gini, masih aja di ledeki. Bantuan dong ma masang kerudungnya, nanti Shi terlambat ke sekolah.”
Melihat wajah miris Shi, ibunyapun memasangkan kerudung anaknya. Walaupun tidak rapi, tapi Shi terlihat cantik dengan kerudung putih yang menjuntai di dadanya. “Wah, nggak nyangka ya, kakakku yang biasanya kayak preman, sekarang udah berubah jadi kayak mama dedek, eh mamah dedeh, wah dunia perlu tahu ni” ledek adiknya.
Tak kalah dengan kejadian yang terjadi di sekolah barunya. Ketika memasuki gerbang, semua mata tertuju pada sesosok siswi, siapa lagi kalau bukan Shi. Penampilannya yang Ngentrik dengan kalung rantai yang terbelit di leher serta lengan baju yang di singsing setinggi siku membuat semua mulut mencibirnya.
“Apa, liat – liat. Naksir ya” tanya Shi
“Siap yang naksir. Kamu ini aneh, ini sekolah MAN, sekolah agama. Penampilan kamu kok kayak gini, jaka sembung ke injak tai anget, kamu tuh nggak nyambung banget”ucap salah seorang siswi yang kemudian menjauh dari Shi - shi.
Shi menganggap itu semua angin lalu. Memang anaknya super cuek, yah dia anggap saja itu seperti gigitan semut, sakit tapi lama – lama juga hilang. Setelah melewati koridor, tiba – tiba senyumnya terkembang lebar. “Wah, ternyata sekolah ini bisa di ajak kompromi juga ya. Asyik banget nih kalu sekolah pakai celana. Aku nggak perlu jalan satu langkah lima kali goyang dengan rok yang menyeret sampai ketanah.” Ujarnya.
Selama masa penantian, akhirnya barulah ia dapati titik kerelaan untuk tetap bertahan di sekolah yang berbasic agama ini. Sudah 3 bulan ia menjadi siswi aliyah. Ia pernah berpikir, bahwa di atmosfer lingkungan seperti ini,ia tak akan pernah lagi bertemu dengan anak – anak yang senyawa dengannya;Badung, sleng’an, bandel,dll. Ternyata semua meleset, banyak juga siswa- siswi yang tidak patuh pada peraturan. Semua hatinya berbuat. Di dalam hatinya bertanya” Lantas mengapa mereka sekolah disini? Apakah sama sepertiku hanya untuk menyenangkan hati ayah? Katanya sekolah agama, tetapi kenapa anak – anaknya masih banyak yang bejat,brutal, dan acur?”.
Suatu hari kakak kelas mempromosikan kegiatan “Rohis” di kelas Shi. Awalnya ia tak begitu”ngeh” untuk mendengarkan. Tapi setelah di perkenalkan tentang agenda kegiatan rohis yang salah satunya adalah Jelam (Jelajah Alam), ia berubah semangat dan antusias mendengarkan. Pada hari Jum’at, setelah pulang ekskul semua anggota Rohis mengikuti kajian terpisah antara Ikhwan dan Akwat. Isi kajiannya antara lain mengupas makna ayat Al qur’an, siraman rohani, dan diskusi. Sungguh hal yang membosankan bagi Shi. “Kalau bukan karena Jelam, aku sudah pasti ngabur seperti teman – teman yang lain. Bayangkan dari 350 orang siswa – siswi, hanya 10 orang yang “feel” sama kegiatan ini.”
“Dek, gimana kajiannya. Seru gak?” Tanya kakak itu
“ Mau di jawab jujur atau bohong nih kak?” Shi balik bertanya
“Oh… ada paket nih ceritanya. Kalau gitu kakak milih adek jawab yang jujur aja deh.”
“Yang jujur, nggak enak benget. Boring, bosan, en al – al.” jawab Shi
“Kenapa, kok kamu ngerasa kegiatan ini ngebosenin ?” selidik kakak itu
“Habis nggak ada pertualangannya, suasananya adem ayem, coba kayak kegiatan yang lain. Boleh teriak – teriak, ngerumpi sambil nunggu mentor, ketawa – ketiwi juga nggak ada larangan. Tapi di rohis, ini salah itu salah. Lalu yang benar itu apa?” jawab Shi dengan menggebu – gebu
Kakak pengurus rohis itu tersenyum, wajahnya yang berwibawa membuat Shi sedikit menjaga sikapnya, tak seperti dengan yang lain, TTM (tak Tahu Malu).
“Dek, kakak juga dulu berpikir kayak gitu. Kenapa Rohis ini berbeda dengan yang lain. Contohnya aja, kenapa yang datang ke kegiatan ini nggak seramai kegiatan anak band yang nggak pernah sepi? Sekarang kakak baru tahu jawabannya. Bahwa banyak orang yang tidak menyadari bahwa sesuatu yang menurutnya menyenangkan saat ini belum tentu menyenangkan di kemudian hari. Di rohis ini, kita akan di bentuk jadi anak yang barani tampil beda dari yang lain. Jika yang lain memakai kerudung karena takut pada guru, kita memakainya karena itu perintah Allah. Jika mereka sekolah untuk mencari gebetan, kita sekolah untuk mencari ridho Allah, jika mereka hidup untuk mati, kita malah akan menjadikan hidup ini tempat mencari bekal untuk kehidupan yang lebih panjang lagi dan abadi.” Jelas kakak itu panjang lebar.
“Oh….gitu ya kak.” Shi manut – manut
“Oya dek, namanya siapa? dari tadi kita ngomong panjang lebar tapi nggak tahu namanya.”
“Nama saya Syifa Nabilah kak, tapi pangil saja saya Shi – shi biar kedengaran keren.”
“Panggilan Syifa itu jauh lebih keren lagi. Lebih islami. Oya kalau nama kakak Intifadah. Kakak aja bangga dengan nama kakak, nama itu adalah Doa loh.Orang tua kita juga udah capek – capek buat nama bagus, kita malah menggantinya. Hmm…. Afwan ya, kakak ada kajian lagi di luar. Kakak pamit dulu, eh tapi kakak mau tanya, udah pernah baca buku “Bukan muslimah sembarangan” belum?”
“belum kak, emang ada apa?” tanya Shi.
“Kalau belum, nih baca. Siapa tahu dapat hidayah. Terus nih kakak pinjamin kaset nasyid. Bagus, dan enak banget di dengar.” Jelas kak Intifadhah pada Shi.


********

Setelah semua pekerjaan telah selesai, Shi, eh Syifa mulai membuka selembar demi selembar buku yang di pinjamkan tadi sore. Lantunan lagu nasyidpun memenuhi ruang kamarnya. Ada sebuah perasaan tenang saat ini, setiap apa yang ia baca dan ia dengar seperti mengalirkan pemikiran – pimikiran jernih, mengencerkan isi kepalanya yang selama ini di penuhi dengan poster – poster britney Spear yang bugil dan lagu – lagu Metalica yang tak hanya bisa memekakkan telinga, tapi mungkin bisa membuat nenek – nenek koit.
“Bye…bye…Shi, and Welcome To Syifa Nabilah” teriaknya
Sekarang Syifa telah benar – benar berubah. Tak ada lagi jejak Shi yang tertinggal. Dari gaya berbicaranya, berjalan, dan berpikir ia sudah seperti seorang muslimah. Yang lebih mengejutkan adalah ia meminta kepada kedua orang tuanya untuk di belikan jilbab, pakaian muslimah, dan rok panjang. Itu tentu saja seisi rumah terkejut, “Yah, kakak perlu di periksa ke dukun tuh. Siapa tahu kesambet” ucap adiknya. Tapi syifa tak lagi perduli dengan yang di katakana semua orang tentang perubahannya. Orang tua Syifa malah antusias dengan perubahan anaknya yang sempat tomboy beberapa waktu lalu.
Ini yang lebih mencengangkan. Hati Syifa ternyata sudah ada yang mengisinya. Setiap hari ia selalu mencoba untuk mengetahui kabar tentang lelaki itu. Dari orang – orang terdekat. Merasa belum puas ia mencari di tempat lain. Ketika nama lelaki itu di sebut, jantung Syifa langsung Dag…dig....dug. “Ya Rabb….inikah yang namanya cinta. Benarkah seorang Syifa bisa mencintai orang seperti dia?. Suatu malam ibu Syifa menemukan sebuah puisi yang isinya untuk pujaan hati. Puisi itu membuat ibunya bertanya- tanya apakah perubahan anaknya selama ini karena hanya untuk mendapat cinta seseorang?


Tiada kata terindah yang dapat kuluapkan
Bersama membuncahnya rasa cintaku padamu
Membuat angan ini tak pernah henti
Untuk dapat menatap wajahmu,merengkuhmu, dan mencium tanganmu

Cintaku untukmu akan selalu kujaga
Tak boleh ada lelaki lain yang boleh menggantikannya di hatiku
Karena aku ingin mereguk kesyahduan mengenalmu
Mengagumimu lewat cerita orang atas kearifanmu
Kasih sayangmu

Wahai pujaanku,
Izinkan aku untuk mencintaimu
Walau hanya dalam kata ku luapkan rasa
Biarkan setiap hari kubawa sekeranjang salam untukmu
Hanya untukmu

Ya rabb,berikan jalan agar kami dapat bertemu
Karena aku ingin ungkapan satu kata
Bahwa aku mencintainya
Dan aku mendapatkan cintaMu pula.


By:pengagum (Syifa Nabilah)



*********

“Syifa, sudah lama kupendam rasa ini. Aku tak tahu bagaimana jadinya jika aku tak katakan perasaanku padamu. Aku suka padamu, wajah dan perangaimu sungguh membuatku tak ingin jauh darimu. Aku tahu, dulu ketika SMP, aku pernah menolak cintamu. Tapi aku harap kau lupakan masa lalu. Kita hidup di masa sekarang, dan aku sekarang mencintaimu. Maukah kau jadi pacarku?”
Syifa tertunduk.”Kenapa? kenapa kau baru datang sekarang. Kenapa ketika aku ingin setia kau datang tawarkan cinta yang lain. Aku harus bagaimana. Tuhan, tolong aku.”
“Tolong syifa jawab pertanyaanku. Maukah kau terima aku jadi pacarmu?”
Syifa memejamkan mata dalam – dalam seraya menghela napas, dan menjawab” tentu saja……”
“Benarkah kau mau jadi pacarku?”
Syifa tersenyum “ Afwan…jawabannya terpotong. Tentu saja Syifa menolakmu. Syifa ingin belajar setia untuk satu cinta saja.” Ucapnya sambil berlalu
“Syifa…siapa lelaki itu? Aku ingin bertemu dengannya.syifa…..”

Sayang,Syifa telah lama hilang di antara gerombolan siswa – siswi yang lain. Syifa sempat mendengar kata – kata terakhir lelaki yang baru saja mengutarakan cinta padanya.”kalau kamu mau bertemu dengannya. Berusahalah untuk dapat masuk surga. Karena jika kamu ke neraka, jangan harap dapat bertemu dengannya.^_^

IZINKAN AKU MENCINTAI

*Mahadaya senja


“Bagaimana Shi, sudah dapat pilihan yang tepat untuk masa depanmu?” tanya ayah.
“Belum yah, Shi bingung. Tidak ada yang dapat membuat hati Shi – Shi tertarik.” Jawab Shi
“Loh, kamu ini bagaimana? Sebentar lagi sudah tahun ajaran baru. Masak sampai sekarang masih belum ada yang di pilih. Yah sudah, ayah ada tawaran. Besok kita mencoba untuk mandaftar sekolah.” Jawab ayah
Keesokan harinya, ayah tepati janji. Dengan memakai baju kemaja dan celana botol beserta aksesoris tomboinya,Shi diajak untuk mendaftar di MAN 2. Dengan bangganya ayah mengajak Shi berkeliling sekolah itu, mengenalkannya sekaligus mengenang masa lalu ketika memjadi siswa di sekolah itu.
“Bagaimana Shi, baguskan sekolahnya, ini sekolah ayah dulu loh?”
“He….he…. bagus yah, suasananya sejuk. Nampaknya Shi – Shi bakalan betah deh di ini.” Senyum Shi nampak amat di paksakan. Sebenarnya hati ingin teriakan penolakan “Aku tidak mau sekolah di sini! Sekolah ini terlalu banyak peraturan!!!”. Tapi terima saja.Ia tak ingin memupuskan harapan sang ayah yang menginginkan anaknya yang badung ini jadi anak yang solehah.(ha….ha…ha…)
Setelah mendaftar, keesokan harinya, Shi di panggil untuk mengikuti tes,tapi harus menggunakan pakai seragam sekolah, bukannya seperti tempo hari. Adapun tesnya adalah mengaji, “OMJ, ngajiku kan tidak lancar. Bagaimana ini?” kesah Shi. Ya… wajar saja bila ia panas dingin mendengar ada tes mengaji. Secara, selama sekolah di Sekolah Dasar dan SMP ia jarang sekali yang namanya mengaji. Di SMP saja, kegiatan kerohanian hanya 1 jam di hari Sabtu. Tapi ia tak dapat mundur. Pantatnya sudah melekat di kursi, tinggal menyebutkan huruf – huruf arab yang terangkai indah itu.
“Hah…….selesai juga.” Ucapnya.
Akhirnya merekapun pulang, dan kini tinggal menunggu hasilnya. Selama 2 hari tiga malam ayah Shi tak dapat tidur nyenyak. Pasalnya ia amat khawatir jikalau anaknya itu tidak dapat lolos. Lain halnya dengan Shi, dia malah tidak ambil pusing dengan apa yang terjadi.”Nyantai aja ma, Allah tahu kok yang terbaik buat Shi. Kalau tidak lolos di sekolah itu, yah tinggal cari sekolah lain aja.” Jawabnya.
Hari yang ditunggupun tiba, sepasang mata sibuk memperhatikan papan pengumuman yang berisi dua ratus nama. Ia berharap ada satu nama yang ia kenal. Dan “Alhamdulillah, Shi kamu masuk, akhirnya anak ayah sekolah di sekolah agama” teriak ayah. Shi hanya menyunggingkan senyum terpaksanya lagi mendengar kabar yang menggembirakan bagi ayahnya itu.


***********

Sejak pagi Shi sibuk mondar – mandir di depan kaca. Sebentar – sebentar keningnya mengernyit, menghela napas panjang dan berteriak tak karuan. Belum lagi sang ayah yang cemas pada anaknya yang belum juga berada di meja makan padahal jam sudah menunjukkan pukul 6.30 Pagi. Sang ibu mengambil inisiatif untuk mmeriksa apa yang terjadi pada Shi.

“Ya Allah Shi, kamu itu mau ngapain. Mau sekolah atau mau perang. ha… ha..ha….. ada – ada saja kamu ini, kerudung kok di pakai kayak rembo begitu.” Tawa ibunya geli
“Ih mama…. Anaknya udah kayak gini, masih aja di ledeki. Bantuan dong ma masang kerudungnya, nanti Shi terlambat ke sekolah.”
Melihat wajah miris Shi, ibunyapun memasangkan kerudung anaknya. Walaupun tidak rapi, tapi Shi terlihat cantik dengan kerudung putih yang menjuntai di dadanya. “Wah, nggak nyangka ya, kakakku yang biasanya kayak preman, sekarang udah berubah jadi kayak mama dedek, eh mamah dedeh, wah dunia perlu tahu ni” ledek adiknya.
Tak kalah dengan kejadian yang terjadi di sekolah barunya. Ketika memasuki gerbang, semua mata tertuju pada sesosok siswi, siapa lagi kalau bukan Shi. Penampilannya yang Ngentrik dengan kalung rantai yang terbelit di leher serta lengan baju yang di singsing setinggi siku membuat semua mulut mencibirnya.
“Apa, liat – liat. Naksir ya” tanya Shi
“Siap yang naksir. Kamu ini aneh, ini sekolah MAN, sekolah agama. Penampilan kamu kok kayak gini, jaka sembung ke injak tai anget, kamu tuh nggak nyambung banget”ucap salah seorang siswi yang kemudian menjauh dari Shi - shi.
Shi menganggap itu semua angin lalu. Memang anaknya super cuek, yah dia anggap saja itu seperti gigitan semut, sakit tapi lama – lama juga hilang. Setelah melewati koridor, tiba – tiba senyumnya terkembang lebar. “Wah, ternyata sekolah ini bisa di ajak kompromi juga ya. Asyik banget nih kalu sekolah pakai celana. Aku nggak perlu jalan satu langkah lima kali goyang dengan rok yang menyeret sampai ketanah.” Ujarnya.
Selama masa penantian, akhirnya barulah ia dapati titik kerelaan untuk tetap bertahan di sekolah yang berbasic agama ini. Sudah 3 bulan ia menjadi siswi aliyah. Ia pernah berpikir, bahwa di atmosfer lingkungan seperti ini,ia tak akan pernah lagi bertemu dengan anak – anak yang senyawa dengannya;Badung, sleng’an, bandel,dll. Ternyata semua meleset, banyak juga siswa- siswi yang tidak patuh pada peraturan. Semua hatinya berbuat. Di dalam hatinya bertanya” Lantas mengapa mereka sekolah disini? Apakah sama sepertiku hanya untuk menyenangkan hati ayah? Katanya sekolah agama, tetapi kenapa anak – anaknya masih banyak yang bejat,brutal, dan acur?”.
Suatu hari kakak kelas mempromosikan kegiatan “Rohis” di kelas Shi. Awalnya ia tak begitu”ngeh” untuk mendengarkan. Tapi setelah di perkenalkan tentang agenda kegiatan rohis yang salah satunya adalah Jelam (Jelajah Alam), ia berubah semangat dan antusias mendengarkan. Pada hari Jum’at, setelah pulang ekskul semua anggota Rohis mengikuti kajian terpisah antara Ikhwan dan Akwat. Isi kajiannya antara lain mengupas makna ayat Al qur’an, siraman rohani, dan diskusi. Sungguh hal yang membosankan bagi Shi. “Kalau bukan karena Jelam, aku sudah pasti ngabur seperti teman – teman yang lain. Bayangkan dari 350 orang siswa – siswi, hanya 10 orang yang “feel” sama kegiatan ini.”
“Dek, gimana kajiannya. Seru gak?” Tanya kakak itu
“ Mau di jawab jujur atau bohong nih kak?” Shi balik bertanya
“Oh… ada paket nih ceritanya. Kalau gitu kakak milih adek jawab yang jujur aja deh.”
“Yang jujur, nggak enak benget. Boring, bosan, en al – al.” jawab Shi
“Kenapa, kok kamu ngerasa kegiatan ini ngebosenin ?” selidik kakak itu
“Habis nggak ada pertualangannya, suasananya adem ayem, coba kayak kegiatan yang lain. Boleh teriak – teriak, ngerumpi sambil nunggu mentor, ketawa – ketiwi juga nggak ada larangan. Tapi di rohis, ini salah itu salah. Lalu yang benar itu apa?” jawab Shi dengan menggebu – gebu
Kakak pengurus rohis itu tersenyum, wajahnya yang berwibawa membuat Shi sedikit menjaga sikapnya, tak seperti dengan yang lain, TTM (tak Tahu Malu).
“Dek, kakak juga dulu berpikir kayak gitu. Kenapa Rohis ini berbeda dengan yang lain. Contohnya aja, kenapa yang datang ke kegiatan ini nggak seramai kegiatan anak band yang nggak pernah sepi? Sekarang kakak baru tahu jawabannya. Bahwa banyak orang yang tidak menyadari bahwa sesuatu yang menurutnya menyenangkan saat ini belum tentu menyenangkan di kemudian hari. Di rohis ini, kita akan di bentuk jadi anak yang barani tampil beda dari yang lain. Jika yang lain memakai kerudung karena takut pada guru, kita memakainya karena itu perintah Allah. Jika mereka sekolah untuk mencari gebetan, kita sekolah untuk mencari ridho Allah, jika mereka hidup untuk mati, kita malah akan menjadikan hidup ini tempat mencari bekal untuk kehidupan yang lebih panjang lagi dan abadi.” Jelas kakak itu panjang lebar.
“Oh….gitu ya kak.” Shi manut – manut
“Oya dek, namanya siapa? dari tadi kita ngomong panjang lebar tapi nggak tahu namanya.”
“Nama saya Syifa Nabilah kak, tapi pangil saja saya Shi – shi biar kedengaran keren.”
“Panggilan Syifa itu jauh lebih keren lagi. Lebih islami. Oya kalau nama kakak Intifadah. Kakak aja bangga dengan nama kakak, nama itu adalah Doa loh.Orang tua kita juga udah capek – capek buat nama bagus, kita malah menggantinya. Hmm…. Afwan ya, kakak ada kajian lagi di luar. Kakak pamit dulu, eh tapi kakak mau tanya, udah pernah baca buku “Bukan muslimah sembarangan” belum?”
“belum kak, emang ada apa?” tanya Shi.
“Kalau belum, nih baca. Siapa tahu dapat hidayah. Terus nih kakak pinjamin kaset nasyid. Bagus, dan enak banget di dengar.” Jelas kak Intifadhah pada Shi.


********

Setelah semua pekerjaan telah selesai, Shi, eh Syifa mulai membuka selembar demi selembar buku yang di pinjamkan tadi sore. Lantunan lagu nasyidpun memenuhi ruang kamarnya. Ada sebuah perasaan tenang saat ini, setiap apa yang ia baca dan ia dengar seperti mengalirkan pemikiran – pimikiran jernih, mengencerkan isi kepalanya yang selama ini di penuhi dengan poster – poster britney Spear yang bugil dan lagu – lagu Metalica yang tak hanya bisa memekakkan telinga, tapi mungkin bisa membuat nenek – nenek koit.
“Bye…bye…Shi, and Welcome To Syifa Nabilah” teriaknya
Sekarang Syifa telah benar – benar berubah. Tak ada lagi jejak Shi yang tertinggal. Dari gaya berbicaranya, berjalan, dan berpikir ia sudah seperti seorang muslimah. Yang lebih mengejutkan adalah ia meminta kepada kedua orang tuanya untuk di belikan jilbab, pakaian muslimah, dan rok panjang. Itu tentu saja seisi rumah terkejut, “Yah, kakak perlu di periksa ke dukun tuh. Siapa tahu kesambet” ucap adiknya. Tapi syifa tak lagi perduli dengan yang di katakana semua orang tentang perubahannya. Orang tua Syifa malah antusias dengan perubahan anaknya yang sempat tomboy beberapa waktu lalu.
Ini yang lebih mencengangkan. Hati Syifa ternyata sudah ada yang mengisinya. Setiap hari ia selalu mencoba untuk mengetahui kabar tentang lelaki itu. Dari orang – orang terdekat. Merasa belum puas ia mencari di tempat lain. Ketika nama lelaki itu di sebut, jantung Syifa langsung Dag…dig....dug. “Ya Rabb….inikah yang namanya cinta. Benarkah seorang Syifa bisa mencintai orang seperti dia?. Suatu malam ibu Syifa menemukan sebuah puisi yang isinya untuk pujaan hati. Puisi itu membuat ibunya bertanya- tanya apakah perubahan anaknya selama ini karena hanya untuk mendapat cinta seseorang?


Tiada kata terindah yang dapat kuluapkan
Bersama membuncahnya rasa cintaku padamu
Membuat angan ini tak pernah henti
Untuk dapat menatap wajahmu,merengkuhmu, dan mencium tanganmu

Cintaku untukmu akan selalu kujaga
Tak boleh ada lelaki lain yang boleh menggantikannya di hatiku
Karena aku ingin mereguk kesyahduan mengenalmu
Mengagumimu lewat cerita orang atas kearifanmu
Kasih sayangmu

Wahai pujaanku,
Izinkan aku untuk mencintaimu
Walau hanya dalam kata ku luapkan rasa
Biarkan setiap hari kubawa sekeranjang salam untukmu
Hanya untukmu

Ya rabb,berikan jalan agar kami dapat bertemu
Karena aku ingin ungkapan satu kata
Bahwa aku mencintainya
Dan aku mendapatkan cintaMu pula.


By:pengagum (Syifa Nabilah)



*********

“Syifa, sudah lama kupendam rasa ini. Aku tak tahu bagaimana jadinya jika aku tak katakan perasaanku padamu. Aku suka padamu, wajah dan perangaimu sungguh membuatku tak ingin jauh darimu. Aku tahu, dulu ketika SMP, aku pernah menolak cintamu. Tapi aku harap kau lupakan masa lalu. Kita hidup di masa sekarang, dan aku sekarang mencintaimu. Maukah kau jadi pacarku?”
Syifa tertunduk.”Kenapa? kenapa kau baru datang sekarang. Kenapa ketika aku ingin setia kau datang tawarkan cinta yang lain. Aku harus bagaimana. Tuhan, tolong aku.”
“Tolong syifa jawab pertanyaanku. Maukah kau terima aku jadi pacarmu?”
Syifa memejamkan mata dalam – dalam seraya menghela napas, dan menjawab” tentu saja……”
“Benarkah kau mau jadi pacarku?”
Syifa tersenyum “ Afwan…jawabannya terpotong. Tentu saja Syifa menolakmu. Syifa ingin belajar setia untuk satu cinta saja.” Ucapnya sambil berlalu
“Syifa…siapa lelaki itu? Aku ingin bertemu dengannya.syifa…..”

Sayang,Syifa telah lama hilang di antara gerombolan siswa – siswi yang lain. Syifa sempat mendengar kata – kata terakhir lelaki yang baru saja mengutarakan cinta padanya.”kalau kamu mau bertemu dengannya. Berusahalah untuk dapat masuk surga. Karena jika kamu ke neraka, jangan harap dapat bertemu dengannya.^_^

DETIK JAM DI ARLOJI

dihari emansipasi wanita aku berkisah...

kriyat....kriyut ......sepeda mini itu ku kayuh melawan arus motor dan mobil yang sibuk mondar - mandir di jalan yang berlubang. awalnya aku berangkat dengan penuh semangat. jarak antara rumah dan wisma siri cukup membuat peluh2 berceceran. namun tak menyurutkan langkahku. sesampai di tempat yang dituju, kuparkir kendaraan kebesaran itu.lalu aku mencari abang sepupuku yang kebetulan berkerja di tempat itu. kami melangkah menuju wisma.aku di suguhkan dengan keramah tamahan saat seorang laki2 berpakaian kemeja dan celana abu2 yang mengahampiriku dan mengajakku masuk. aku mengikuti langkahnya, lalu kami memulai percakapan.eh.......belum sampai berbuih mulutku bertanya, seorang wanita peruh baya memasuku ruangan, lalu ia ikut nimbrung dalam pembicaraan kami.ia menanyakan dari mana asala sekolahku,ada perlu apa,dan banyak lagi yng ia tanyakan.aku menjawab satu persatu pertanyaannya. tiba2 ia menanyakan apa kedatanganku disertyai dengan surat pengantar.tuing!!! ya gak adalah bu.jawabku.loh,ya gak bisa gi2,kalo mau melakukan riset itu harus pakai surat pengantar dulu. gak bisa langsung datang,lalu nanya2 "katanya.wah pokoknya aku di nasehatin abis2an, akujuga kayak tersudut . kayak orang yang kalah berperang sebelum angkat senjata.tapi aku gak perduli dengan ini semua, masih ada hari2 lain, aku akan datang lagi kalau memungkinkan.aku gak akan nyerah sampai disini aja, perjuangan ku takkan berakhir di balik tangisan, tak ada gunanya tangisan, penyesalan, klau kita gak merubabah diri.ingat!!!! lain waktu aku akan kembali ke tempat itu. aku akan tanya sepuas-puasnya,biar petugasnya capek dengerin celotehanku.ya udah... dari pada ngomel2 gak jlas aku pulang,dan aku singgah dulu kewarnet buat bikin blog yang disuruh bang pai. nih cuap2 pertamaku,maaf klo yang kutulis hal yang melo banget. tapi lain kali aku akan nimbrung dengan obrolan yang kocak n penuh banyolan dech.

Senin, 01 September 2008

KENAPA AKU HARUS JADI RIANG

“Las…. Sabar ya…. yakinlah ini yang terbaik untukmu.” Ucap Vira.
Mulutku tetap bungkam, ucapan – ucapan vira hanya terbalas oleh deraian air mata yang menghempas deras. Napasku putus – putus, seperti di himpit batu besar. Tak satu pun kata – kata yang dapat ku luncurkan. Aku hanya terus menangis dan sesegukan. Kata sabar tak berarti saat ini. Hatiku ingin lontarkan jawaban atas apa yang Vira dan para penziarah katakan. Aku renyuh, kehilangan belahan jiwa, wanita yang selama 14 tahun menjaga dan merawatku kini telah terbalut kafan. Aku meronta atas tidurnya yang lelap dan lama. Aku terus meraung, mataku sembab, hidungku berair dan mulai merona diatasnya. Aku serasa sendiri setelah ibu tiada. Jeritan semakin menjadi – jadi ketika jasad ibu diletakkan didalam liang lahat. Aku tak sanggup untuk menatap kepergian ibu, “gedubrak…..” sempoyongan tubuhku rebah.
Ibu telah punya rumah baru, aku akan sendiri. Aku tak mau….. aku belum siap ibu tinggalkan. Siapa lagi yang akan mencium keningku, menina bobokan, dan merapikan selimut ketika aku terlelap. Tanpa ibu, aku tak mampu hidup.
“Tuhan…kenapa Kau ambil ibu. Aku masih ingin bersamanya disini. Engkau jahat, Tuhan. Kenapa Kau ambil ibuku ?”
Sempat beberapa waktu aku bersu’udzon* kepada Tuhan. Aku merasa tuhan tidak adil pada hidupku. Namun ini semua mengajari aku sebuah arti, aku belajar untuk siap kehilangan. Walaupun itu sakit, tetap harus kurasakan. Kini setelah mendiang ibu pergi, aku tinggal bersama ayah dan ketujuh saudaraku. Awalnya semua berjalan baik, aku masih dapat bercericau ria bersama teman – teman. Aku masih jadi siswi yang berprestasi, aku belajar mengaji dan sholat dari ibu teman baikku, Fitri. Maklum saja, setelah ibu tiada, tidak ada lagi yang dapat mengajari aku tentang islam, pasalnya ayah adalah orang nasrani. Tapi anehnya, ayah tak pernah pergi beribadah ke gereja. Ayah jarang pulang, menelantarkan anak – anaknya, dan jikalau pulang pun sudah barang tentu dalam keadaan terhuyung – huyung dengan mulut semerbak bau arak.
Waktu menelan hari, ayah semakin renta, umurnya telah 60 tahun. Ia sudah tak dapat lagi menafkahi kami anak – anaknya. Karena faktor itu kami terpaksa berhenti sekolah , dan aku juga harus berpisah dengan teman – teman yang baik padaku, Fitri, Vira, Rahma, dan Lia. Sekarang aku harus tinggal di panti. Semenjak itu keadaan keluargaku seperti kapal yang terhempas ombak, kandas oleh karang. Kakakku pergi entah kemana; ada yang menikah, merantau, jadi TKI dan sebagainya. Begitu pula dengan adikku, mereka masuk panti yang berbeda satu sama lain. Keluargaku telah berantakan.

*****************
Telah lama aku mencoba untuk mengobati torehan luka ini, biarlah yang lalu pergi tak ingin ku ingat lagi. Di panti, aku adalah Lastri yang baru, aku bebas. Kenangan manis bersama mendiang ibu mulai terkikis oleh tepauan lara, bertahan hidup di rimba dunia. Tak ada yang bisa menjaga keselamatan dan hidup ini selain aku sendiri. Kegetiran hidup begitu aku rasakan. Kini aku tak kenal lagi seragam sekolah, wajah guru – guru, ruang kelas, bel yang selalu menjerit, semua. Kabar tentang sahabat – sahabatku sudah tak lagi mendengung di telinga, membuat rasa rinduku pada mereka menyeruak. Aku teringat kembali saat kami tertawa, berkumpul, menangis, saling mencurahkan isi hati, dan ketika kami membicaraka tentang pujaan hati masing – masing. Semua telah terbungkus rapi dan tak tersentuh lagi.
Di sini, tak ada lagi yang dapat menyekat lelehan air mataku, tak ada wajah lucu yang dapat menggeser durjaku, mereka tak ku temui lagi. Setelah dua tahun, kembali ada harapan aku ingin bersekolah lagi, dan harapanku bukan hanya sekedar asa, aku benar – benar bersekolah lagi. Aku dapat bersuka cita kembali, bertemu banyak teman, guru, dan semua yang pernah ku rasakan dulu. Namun, gemuruh duka belum reda, masih banyak kilatan kepedihan yang akan merundung. Tumpahan air surgawi belum cukup memenuhi bejana nestapa. Tak ada lagi kata bermanja – manja, setiap hari aku harus berkerja, tak boleh berontak, jika tak ingin di siksa yang tak hingga rasanya.
Aku memang tak punya apa – apa lagi, tapi aku masih punya dua mutiara yang tak dapat di gantikan oleh apapun. Jung dan Ve, dua gadis bersuku dayak yang merupakan korban dari kekejaman hidup, di terlantarkan oleh kedua orang tua, merekalah yang dapat membuat ku masih dapat bertahan dalam keterpurukan ini. Kami bertiga tumbuh menjadi para dara* yang tak kenal kata takut. Jika ditanya masalah kabur dari panti, kami ahlinya. Perasaan senasib menjadikan jiwa – jiwa kami menyatu, ada jalinan yang kuat merengkuh kami. Kami memang bengal*, tapi kami kami adalah orang – orang yang sangat menghargai solidaritas. Sahabat adalah segalanya. Jika hidup ini tanpa pacar kami masih dapat hidup, tapi jika tanpa sahabat, hidup terasa kurang menggigit, seperti sambal tanpa terasi. Pernah suatu hari Ve mengajak aku dan Jung untuk mengikrarkan janji persahabatan dengan melukai jari tangan masing – masing, lalu tetesan darah itu di satukan, sebagai simbol kami tak akan pernah terpisahkan, kecuali oleh kematian.

***************

Sesuatu yang kita jalani, suatu saat nanti pasti akan menemui titik kulminasi kejenuhan. Aku sudah tak mampu bertahan lagi di panti, akhirnya kuputuskan untuk kabur dari tempat itu. Dengan kata lain sekolahku juga akan ikut terbengakalai. Ini bukan sebuah pilihan yang mudah. Aku harus berkerja untuk menyambung hidupku, atau paling tidak agar aku dapat bisa uang untuk makan agar perutku tidak kosong berhari – hari. Tapi aku harus kerja apa? Ijazahku hanya ijazah SD, kemampuan lebih pun aku tak punya. Penat sangat aku memikirkan ini, “beri aku jalan keluar, Tuhan”. Hingga akhirnya seorang kenalan mengajakku untuk bekerja sebagai karyawan disebuah kafe. Jelas tawaran itu tak ku timbang lama – lama, aku setuju dan aku pun dapat langsung bekerja di tempat itu.
Alangkah bahagianya, tenyata gaji petamaku jauh diluar dugaan, jumlahnya lebih besar. Seronok* rasa hatiku. Kini aku tak perlu cemas lagi pada perutku, kapanpun terasa lapar, tinggal mengambil uang di dalam dompet. Semakin aku terbuai pada pekerjaanku, potret – potret masa lalu kini semakin pudar, samar – samar, lalu tak kelihatan lagi. Aku berpikiran untuk apa sekolah, lebih baik begini. Toh sekolah belum tentu membuat aku sukses dan hidup enak seperti ini.
“Las….ini ponsel untukmu, ambillah” ucap bosku.
Aku berjingkrak riang, hidupku kembali berpendar. Rupanya Tuhan masih mau berbagi nikmatnya padaku, tapi aku tak tahu bagaimana harus bersyukur. Sebagai orang muslim atau sebagai orang nasrani.
Aku terikat dalam dua keyakinan. Semasa sekolah aku yakin pada keislamanku, tetapi setelah ibu meninggal dan saat aku dipanti, aku meragukan keyakinan itu, aku tak pernah lagi mengaji dan tak kenal yang namanya sholat, kaki pun telah lama tak menapaki masjid. Aku buta pada Islam. Aku jauh lebih dekat pada Injil, pada Gereja, dan pada nyanyi-nyayian untuk Tuhan Allah. Jung dan Ve kerap kali yang mengenalkan aku pada itu, mereka merubah semua yang pernah ada pada diriku. Tak luput pada pergaulan; rokok, alkohol, obat, seks, itu yang mereka kenalkan padaku.
Keadaan hingar bingar ditempat kerjaku tak begitu mengusik, aku telah terbiasa pada semua itu. Ditempat ini tak hanya berbagai macam minuman dan makanan yang dijual, disini juga ada jual daging*. Para pelayan yang mengantar pesanan kepada para tamu yang kebanyakan adalah lelaki hidung belang dapat memberikan servis tambahan, pelayanan plus pemuas birahi.
Aku tahu resiko yang dihadapi bila aku tetap disini. Tak pelak aku pernah dirayu untuk menemani bapak – bapak yang tua bangka, bermalam disebuah hotel. Aku masih punya akal sehat. Seberapa besar uang yang lelaki itu akan berikan padaku, kehormatan jauh tak bernilai lagi. Aku berusaha untuk mempertahankan marwah* ini.
Selama bekerja disini, banyak orang yang ku kenal. Tua, muda, baik, jahat, tampan, jelek, pria, wanita, semua ku temui setiap hari. Aku melayani banyak orang yang berkunjung di kafe ini yang semakin hari semakin berkembang. Senang tak terkira, aku sangat semangat menepaki hari-hari. Tempat ini banyak memberikan aku pencerahan. Tempat ini juga jadi tempat bertemu dua anak manusia yang haus akan cinta kasih. Iwan, seorang lelaki berparas tampan hadir dalam hari - hariku. Bayang – bayangnya menjadi penyemangat kerjaku. Ia sering datang ke kafe untuk menikmati secangkir kopi, bercengkrama dengan teman – temannya, atau sekedar datang hanya untuk tahu kabarku hari ini.
“ Oh Tuhan…… inikah rasanya jatuh cinta. Makanan selezat apapun tak akan sanggup menggoda jika virus ini telah bersarang di dalam tubuh. Aku serasa mampu tak makan bertahun – tahun, asalkan aku dapat menatap wajah iwan setiap hari, setiap saat, setiap waktu dalam hidupku. Aku kira cintaku bertepuk sebelah tangan, ternyata tidak. Sebulan setelah kami saling mengenal Iwan mengutarakan isi hatinya padaku “aku cinta sama kamu, Las. Aku ingin menjagamu, menjadi pangeran yang akan selalu melindungi sang permaisuri selama hidupnya. Aku ingin jadi pangeran, dan aku juga ingin yang jadi permaisuri itu adalah kamu. Kita akan tinggal di istana keabadian. Aku janji akan selalu setia mencintaimu. Hanya namamu yang ada di hatiku, Las. Jadi, apa kau mau menjadi pacarku?”
“ Deg, bunga di taman cintaku bermekaran. Semerbak bau wangi memenuhi relungku, aku terbuai oleh kata – kata bak pujangga. Aku tak dapat membalas kata – kata puitisnya”
“ maaf….. bukannya aku tak menghargai Iwan, hanya saja …..”
Aku menghentikan kata- kata, ku lihat Iwan tertunduk dalam di saat aku menjawab permintaannya. Aku tak sanggup melihat wajah takutnya, ia pasti tak mau cintanya di tolak, dan akhirnya…. “ maaf Wan, aku tak akan mungkin bisa menolak orang seperti kamu. Aku mau jadi pacarmu.” Ucapku.
Kembali senyum tergurai di wajah Iwan mendengar jawabanku. Dan aku telah resmi menjadi pacar iwan.
Senada cinta bersemi di antara kami . Aku ingin mengumumkan berita ini pada dunia, tapi aku yakin dunia tak bakal perduli. Masih banyak hal yang harus ia pikirkan; bencana alam yang tak kunjung henti, kelaparan manusia di mana – mana, manusia sudah tak malu lagi bertelanjang badan berjalan di luar rumah, para koruptor yang sibuk mengeruk uang rakyat, para pemimpin yang sibuk berebut kekuasaan untuk dapatkan kekayaan, bayi – bayi yang menangis karena di buang hasil dari hubungan gelap,dan masih banyak lagi yang harus di pikirkan. Jadi, tak ada untungnya dunia tahu.
Gelora cinta mengantarkan kami ke hubungan yang lebih dalam, dari sekedar teman, jadi pacar. Dari yang awalnya hanya jalan berdua, makan malam, pegangan, ciuman, hingga hubungan badan. Kami bercinta layaknya suami istri, aku tak dapat menepati janji pada diriku sendiri, manusia mana yang mampu jika terus menerus dihantam oleh rayuan syaitan untuk sedikit mencicipi nikmatnya surga dunia.
Harga diriku telah terkikis, “Kame’ dah ancor, tak ade gunenye age’ idup, kalo’ dah bunting ape age’ yang nak dibuat.” *Perbuatan nista itu telah ku kerjakan, aku sudah kotor.
“Bodoh........,kenapa aku mau menyerahkan begitu saja kehormatanku pada Iwan. Aku hamil, lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?”
Pertanyaan yang konyol, percuma saja. Nasi telah menjadi kerak. Cinta telah membuat aku buta. Cinta membuat aku tak dapat berpikir waras, aku pikir ini bukti bahwa aku benar – benar cinta pada Iwan, lelaki yang kukenal selama aku bekerja ditempat itu. Cinta membuat dungu, aku tahu Iwan itu pecandu, Iwan itu perokok, Iwan itu lelaki yang sering bercumbu pada banyak wanita, tapi aku tak dapat bohongi hatiku, namanya terukir didalam gumpalan merahku. Aku pasti akan bahagia bersama Iwan, karena ia mau bertanggung jawab terhadap accident itu. Setelah aku bersamanya, besar pengharapan agar badai ini segera berlalu, aku telah lelah. Aku ingin hidup bahagia. Membesarkan hasil dari buah kasih sayang kami.

********************

Riang menutup bukunya.
Semua mata tertuju padanya. Tak ada satu orang pun yang mau berkomentar tentang kekurangan kisah yang baru saja Riang bacakan. Gadis itu sadar,bahwa teman – temannya masih tak percaya pada apa yang baru saja mereka dengar. Sungguh luar biasa, tak ada satupun celah untuk mengkritisi kumpulan kisah pilu yang apik.*
“Kalian pasti tak percaya dengan apa yang kuceritakan. Terserah.... itu hak kalian. Yang jelas Lastri itu nyata. Kehidupan itu pernah ada. Kalian mungkin akan kasihan pada Lastri. Tapi, aku tidak. Malah sebaliknya aku amat benci padanya. Kalau ia masih ada dihadapanku, aku ingin sekali menghenyak – henyakkan* mukanya kedinding. Ingin kuluapkan semua kemarahanku padanya.”


“Kenapa riang?” tanya salah seorang penasaran.
Riang nenghela napas panjang. Ia mencoba untuk tak menangis, berusaha tetap tersenyum di hadapan teman – temannya.
“Lastri tak tepat pada janjinya. Setelah ia melahirkan, tak sedikit pun Lastri ambil peduli pada buah hatinya. Bayi kecil itu seperti tak berarti, dia biarkan menangis, tertidur, dan terus menjerit. Andai Tuhan mau mengabulkan harapanku agar dapat dipertemukan pada Lastri. Banyak hal yang ingin kukatakan padanya. Aku ingin ia bertanggung jawab atas hidupku, hidup tanpa kasih sayang, hidup tanpa belaian, tak akan ada artinya. Aku tak dapat menahan tumpahan tangis kala aku melihat kalian mencium tangan orang tua ketika hendak berangkat sekolah. Aku cemburu, aku ingin hidup seperti kalian. Masa- masa yang harusnya ditumbuhi oleh bunga cinta, manisnya kisah dua sejoli tergantikan oleh pilunya rasa terhentam kebencian. Lastri membuat hidupku berantakan. Tidakkah Lastri belajar dari kesalahannya. Tapi, nampaknya tidak. Lastri menurunkan garis nasibnya padaku. Beberapa tahun lagi aku pasti akan mengikuti jejak Lastri, menjadi terpuruk. Kisahku mungkin sedikit berbeda darinya, diawali dengan perginya wanita yang melahirkanku, bukan pergi karena meninggal dunia, tapi pergi untuk mencari kepuasan sendiri. Setelah itu hidupku akan terkatung – katung, dilempar kerumah nenek, dioper ke tante, disundul kerumah penampungan, lalu ditendang kejalanan, direbutkan dan terus. Lastri dan Riang akan jadi bukti betapa kerasnya menorehkan makna kehidupan, dan kembara cinta yang memupuskan cita – cita dan harapan.

********************


Jangan jadi Lastri dan Riang. Cukuplah kisah ini abadi diatas tabula rasa*. Tak boleh sampai terukir lagi pada Lastri dan Riang yang lain. Sayang, hidup ini hanya sekali.








Foot note:
Su’udzon : berprasangka buruk
Dara : (bahasa melayu) anak gadis,remaja
Bengal : (bahasa melayu)
Seronok : bahagia, senang
Jual daging : perumpamaan orang melayu yang artinya bisa jadi pelacur, pemuas nafsu
Marwah : harga diri, martabat
Bengal : nakal
Apik : (bahasa jawa) bagus.
Menghenyak – henyakkan : menghantamkan.

Kame’ dah ancor, tak ade gunenye age’ idop. Kalo dah bunting ape age’ yang nak dibuat (hidupku sudah berantakan, tidak ada gunanya lagi hidup. Kalau sudah hamil, apa lagi yang bisa kuperbuat.)


*) agustus, 2008

Minggu, 31 Agustus 2008

punye Buletin

Yazid Bustami

Sinar Islam yang menerangi dunia Arab ,mulai menembus bagian terjauh Irak, Suriah, Persia, bahkan Turkistan. Kelompok baru sufi yang menolak kesenangan duniawi dan memperkuat aliran kerohanian Islam dengan cara menjauhi kesenangan, muncul dan menghasilkan beberapa Sufi terkenal di Irak dan Persia. Misalnya Rabia Basri, Hasan Basri, Abdul Wahid, dan Bayazid Bustami. Para sufi ini membawa pesan Islam kebagian dunia yang jauh. Dan merekalah penyebab sebagian besar penyembah berhala memeluk agama Islam.
Imam Jafar Sadiq, cucu Sayyidina Ali yang tersohor itu, merupakan seorang jenius serba bias, yang menggabungkan dalam dirinya ajaran duniawi dan kerohanian. Secara umum ia diakui sebagai mata aliran mistik yang melahirkan berbagai kelompok aliran Sufi. Ia mempercayakan kelompok Sufi Naqsahbandi kepada Bayazid Bustami.
Abu Yazid Taifur muda memiliki sentuhan masa depan yang jaya, tidak seperti anak – anak lain, ia tidak ikut dalam berbagai permainan atau kesombronan tingkah laku. Sebagian besar waktunya dimanfaatkan untuk menyepi diri dan bermeditasi. Setelah dewasa, ia meninggalkan keduniawian, dan mengembara mencari kedamaian batin dan spritualisme. Ia mendapat bimbingan dan ilham dari 113 guru rohani masa itu, termasuk Imam Jafar Sadiq dan Shafiq Balkhi. Ia hidup menjauhi kesenangan dan kemewahan, dan merupakan tokoh pertama yang memperkenalkan doktrin fana. Pengikutnya dinamakan Trifuria atau Bustamia.
Ia pelajari hokum Hanafi sebelum menginjak ajaran sufisme. Sebagian ia ajarkan pada Abu Ali al-Sindi dan sebagai imbalannya, ia memperoleh pengajaran aturan – aturan Sufisme dan doktrin fana.
Bayazid secara umum diakui sebagai salah satu sufi terbesar. “Ia menggabungkan penolakan kesenangan dunia yang ketat dan kepatuhan pada hokum agama, dengan gaya intelektual yang luar biasa serta renungan yang imajinatif. Usahanya mencapai kesatuan mutlak dengan proses abstraksi negative, Fana Fil, Tauhid, melakukannya dengan tegar hati sampai ia merendahkan dirinyaseperti ular yang berganti kulit menerima atribut kebatinan dab menjerit : Kemenangan untukku.”
Encyclopedy Of Islam
Ungkapannya yang terkenal ialah : “Dua belas tahub aku menjadi tukang bagi diriku sendiri, dan lima tahun aku menjadi cermin hatiku.”
Ia menghebuskan napas terakhir pada 887 M, dalam usia 131 tahun, dan dimakamkan di Bustam. Makamnya yang indah dibangun pada 1301 M oleh Sultan Mongol, Uljaitu Muhammad Khudabanda, yang berguru agama pada Sheik Sharfuddin, keturunan Bayazid Bustami. Makam itu kemudian menjadi tempat ziarah terkenal yang menarik kaum muslimin dari seluruh bagian dunia.
Para murid dan pengikutnya, dikenal sebagai Taifuris, mendirikan ajaran Sufisme, yang menurut Hujwairi, penulis Khashf al-Mahjoob, menentang kelompok Junaid Baghdadi, yang mempersiapkan kemabukan mistikal menjadi kessenangan mustikal.
Bayazid, salah seorang sufi terbesar, sangat dihormati orang Islam diseluruh dunia. Menurut Sufi terkenal lainnya, Junaidi Baghdadi, “ Bayazid menduduki status yang sama diantara para Sufi, seperti Jibril diantara Malaikat.
By:Hikmah Fadhilah
Sumber : Seratus Muslim Terkemuka karya Jamil Ahmad.

Minggu, 24 Agustus 2008

berawal dari satu masa

aku senja, terlahir dalam keabadian cinta. entah kenapa yang pertama terbesit dalam hatiku ketika aku memikirkan nama yang akan ku pakai di sini, tiba 2 aku teringat pada satu saat yang amat aku senangi bila ku jumpai ia.
nama itulah yang kini ku pakai. kau tahu tidak, tapi senja itu indah, aku merasa hidup ini indah ketika aku melihat senja. damai,dan tentram mendekap erat relungku. semua rasa membuncah, andai aku bertemu tuhan aku ingin berdoa" tuhan, izinkan aku menatap senja esok hari ".

Sabtu, 21 Juni 2008

Kenapa BeGINi

aku sudah lelah membuat blog, telah 2 kali aku berkutat mencari blog2 Q. Tapi alhasil semuanya nonsen,semua hilang dari peredaran dan tak tampak lagi cahayanya. aku berharap blog yang telah susah payah ku buat ini tidak seperti saudara - saudaranya yang lain. oya kalau terlihat acak - acakan dan g karuan, harap maklum ya, cz ni lagi kepepet banget. semoga aja apa yang ada di blogku ini ada banyak manfaat yang bisa di ambil.